Beranda | Artikel
Hukum Memperolok-olok Agama
Sabtu, 23 Juni 2007

HUKUM MEMPEROLOK-OLOK AGAMA

Agama Islam datang dari Allah, disampaikan kepada umat manusia melalui Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Ajaran-ajarannya tertuang di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan sumber hukum dan petunjuk bagi setiap muslim. Oleh karena itu seorang muslim harus memuliakan ayat-ayat al-Qur’an, sunnah Nabi dan juga sesama muslim.

Seorang muslim dilarang keras berolok-olok, menghina dan mengejek Allah, Rasul dan ayat-ayat-Nya. Karena hal itu dapat menjerumuskan pelaku-nya ke dalam riddah (keluar dari Islam) sebagaimana yang pernah terjadi dimasa Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam.

Berikut ini kami sampaikan fatwa para ulama tentang hukum memper-olok-olok agama, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Tanya : Bolehkah menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk membuat perumpamaan sesuatu. Seperti mengumpamakan (rokok, red) dengan ayat,

لَّا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍۗ

Yang tidak mengemukakan dan tidak pula menghilangkan lapar.”[Al-Ghasyiyah/88:7]

Atau berkata (tentang tanah) dengan ayat,

مِنْهَا خَلَقْنٰكُمْ وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً اُخْرٰى

Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya, Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. [Thaha/20:55].

Jawab : Tidak apa-apa membuat perumpamaan dengan ayat al-Qur’an jika penggunaan dan tujuannya adalah benar seperti contoh yang dikemukakan. Apabila dengan ayat-ayat tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan orang tentang bahaya rokok atau, bahwa manusia itu diciptakan dari tanah lalu akan kembali ke tanah dan dibangkitkan dari perut bumi, maka permisal-an seperti ini dibolehkan karena tidak adanya unsur berolok-olok dan menghina al-Qur’an. Namun jika perumpamaan yang digunakan adalah untuk mengolok-olok dan menghina al-Qur’an maka masuk dalam kategori murtad dari Islam, sebab telah menjadikan peringatan Allah sebagai bahan per-olokan dan permainan, sebagaimana firman Allah.

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah/9:65-66] (Syaikh Shalih al-Fauzan)

Tanya : Bagaimana hukumnya orang yang memegang al-Qur’an lalu merobek-robeknya padahal ia tahu bahwa itu adalah al-Qur’an dan juga telah ada orang yang memperi-ngatkannya? Kemudian bagaimana pula dengan orang yang dengan sengaja mematikan puntung rokok pada mushaf al-Qur’an?

Jawab : Kedua orang itu dihukumi kafir, karena telah memperolok-olok dan menghina kitabullah, dan keduanya termasuk golongan mustahzi’in yang hukumnya seperti difirmankan Allah

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”[At-Taubah/9:65-66] (Al-Lajnah ad-Daimah)

Tanya : Kami melihat masih banyak orang ketika mereka melihat orang lain yang bersungguh-sungguh dalam beragama atau beribadah malah memperolok-oloknya. Sebagian yang lain ada yang berbicara tentang agama dengan nada mengejek dan memperolok-olok. Bagaimanakah orang yang seperti ini?

Jawab : “Memperolok-olok agama Islam atau bagiannya adalah kufur akbar, berdasarkan firman Allah

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah/9:65-66]

Barang siapa mengolok-olok orang yang bersungguh-sungguh dalam ber-agama atau menjaga shalatnya disebabkan kesungguhan dan konsistennya di dalam beragama, maka tergolong ke dalam mengolok-olok agama. Tidak diperbolehkan duduk-duduk dan bersahabat dengan orang seperti ini. Demikian juga dengan orang yang membicarakan masalah-masalah agama dengan nada menghina dan mengejek, maka dapat dikategorikan kafir, tidak boleh berteman dan duduk bersama mereka.

Bahkan kita harus menging-karinya, mengingatkan orang lain agar jangan mendekatinya, juga menganjurkan kepadanya agar bertaubat kepada Allah karena sesungguhnya Dia Maha menerima taubat. Jika ia tidak mau bertaubat, maka dia dapat diajukan ke pengadilan setelah benar-benar terbukti ia melakukan penghinaan dan pelecehan terhadap agama Islam dan dengan membawa saksi yang adil supaya mendapatkan keputusan hukuman dari mahkamah syar’iyyah (pengadilan Islam).

Intinya, bahwa masalah ini adalah masalah yang sangat besar dan berba-haya, maka wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui ajaran agamanya, supaya dapat berhati-hati dari hal ini dan agar dapat mengingatkan orang tentang bahaya menghina, mengolok-olok dan melecehkan agama. Sebab hal ini merusak aqidah dan merupakan penghinaan terhadap al-haq dan para pelakunya. (Syaikh Ibnu Baz)

Tanya : Apa hukumnya menghina dan mengolok-olok orang yang berpegang teguh dengan agamanya?

Jawab : Orang yang mengolok-olok mereka yang beriltizam dalam agama Allah, yang berpegang teguh perintah-perintah Allah maka dapat dikategorikan munafik, karena Allah Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman,

اَلَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَّوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى الصَّدَقٰتِ وَالَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ اِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُوْنَ مِنْهُمْ ۗسَخِرَ اللّٰهُ مِنْهُمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu’-min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disede-kahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan mem-balas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” [At-Taubah/9:79]

Apabila penghinaan itu dikarenakan syariat atau ajaran agama yang dia pegang, maka penghinaan tersebut masuk dalam penghinaan terhadap syariat, dan menghina syariat adalah kekufuran. Jika penghinaan tersebut semata-mata hanya ditujukan kepada orang (pribadi) yang bersangkutan tanpa adanya unsur penghinaan terhadap apa yang ia pegang berupa ajaran agama atau sunnah maka tidak masuk kategori kafir. Sebab boleh jadi seseorang menghina orang lain secara pribadinya saja, dan tidak mangaitklan sama sekali dengan amal yang dilaku-kannya, namun hal ini juga merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.

Yang seharusnya adalah memberikan dorongan kepada orang tersebut agar tetap berpegang dengan syariat Allah serta mendukungnya, bukan menghinanya. Apabila dirinya memang memiliki kesalahan, maka hendaknya diluruskan sesuai dengan kesalahan yang dia kerjakan. (Syaikh Ibnu Utsaimin)

Tanya : Bagaimana hukumnya mengejek orang yang memanjangkan jenggot atau mengangkat pakaian (celana) diatas mata kakinya?

Jawab : Barang siapa yang menghina orang yang memelihara jenggot atau mengangkat pakaiannya di atas mata kaki, padahal ia tahu bahwa itu adalah syariat Allah maka ia telah meng-hina syariat Allah tersebut.Namun jika dia menghinanya selaku pribadi, karena adanya faktor pendorong yang sifat-nya pribadi pula, maka ia tidak dikafir-kan dengan perbuatan itu. (Syaikh Ibnu Utsaimin)

Tanya :“Apa hukum syara’ terhadap orang yang mengejek orang yang berjenggot dengan memang-gilnya, “Hai si jenggot! Mohon untuk dijelaskan.

Jawab : “Mengolok-olok jenggot adalah kemungkaran yang besar, kalau dia mengucapkannya dengan tujuan menghina jenggot, maka itu adalah kufur, namun jika karena panggilan julukan atau pengenal (karena dengan menyebut nama saja belum tentu tahu yang dimaksudkan, red) maka tidak masuk dalam kekufuran.
Namun tidak selayaknya menjuluki atau memanggil orang dengan panggilan seperti ini. Sebab dikhawatirkan masuk dalam golongan yang difirmankan Allah

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”[At-Taubah/9:65-66] (al-Lajnah ad-Daimah)

Tanya : Apa hukumnya mengejek wanita muslimah yang mengenakan hijab syar’i dengan menyebutnya sebagai ‘ifritah (jin Ifrit wanita/ hantu, red) atau kemah yang berjalan, dan kalimat-kalimat lain yang sifatnya mengejek?

Jawab: Barang siapa yang menghina seorang muslim atau muslimah dikarenakan ajaran syariat yang dia pegang maka dia adalah kafir, baik itu dalam masalah hijab syar’i atau yang selainnya.

Hal ini berdasarkan pada hadits Ibnu Umar Radhiallaahu anhum yang mengisahkan salah saorang laki-laki yang berkata dalam perang Tabuk,”Aku tidak pernah melihat orang yang semisal ahli baca kita (dia maksudkan Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dan para shahabatnya) yang mereka itu lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih penakut ketika berhadapan dengan musuh.” Maka seorang laki-laki lain berkata,”Kamu telah berdusta, bahkan kamu adalah seorang munafik, aku akan memberitahukan ini kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ! Ketika orang tersebut sampai kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ternyata telah turun ayat,

Abdullah Ibnu Umar mengatakan, “Aku melihat laki-laki tersebut berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu seraya mengatakan,” Wahai Rasulullah sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda (membacakan ayat),

قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

” Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah/9:65-66]

Maka Allah telah menjadikan, bahwa berolok-olok terhadap orang mukmin(karena syariat yang dia pegang) merupakan bentuk olok-olok terhadap Allah, rasul dan ayat-ayat-Nya.

Tanya : Bagaimana hukumnya mengatakan, bahwa kitab-kitab akidah adalah kering dan tidak sesuai untuk mendidik anak-anak di masa ini?

Jawab : Masalah ini perlu dirinci, jika yang dimaksudkan adalah al-Qur’an dan as-Sunnah (dalam buku tersebut), maka ini adalah riddah (murtad). Maka siapa saja yang mengatakan, bahwa nash al-Qur’an adalah kaku, kering, tidak sesuai untuk manusia dan tidak memberikan penjelasan apa-apa, maka berarti telah mencela dan mengolok-olok nash (ayat), ini merupakan keku-furan. Ada pun jika yang dimaksudkan adalah ucapan salah seorang ulama itu kering, maka urusannya lebih ringan dan tidak menyebabkan riddah, namun ungkapan tersebut tidak sopan, cenderung berlebihan dan tidak selayaknya untuk diucapkan. (Syaikh Ibnu Baz)

Tanya : Bagaimana hukumnya mempelajari filsafat, mantiq atau wacana (teori) yang didalamnya berisi olok-olok terhadap ayat-ayat Allah, apakah boleh duduk bersama mereka?

Jawab : Jika ia seorang yang berilmu, yakin terhadap diri sendiri dan tidak ada kekhawatiran akan terkena fitnah dalam hal agamanya baik melalui bacaan atau pun dialog dengan mereka, kemudian ia berniat untuk membantah atau meluruskan yang batil, menegakkan yang hak, maka boleh untuk mempelajarinya. Namun jika tidak demikian, maka tidak boleh mempelajarinya, tidak boleh bergaul bersama mereka sebagai suatu bentuk sikap menjauhi kebatilan dan pelakunya serta menjaga diri dari fitnah. (al-Lajnah ad-Daimah)

Sumber: Buku “Fatawa fi Man Istahza’a Biddin wa Ahlihi” oleh kumpulan para ulama dan Al-Lajnah Ad-Daimah.

Disalin dari buletin Annur


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2153-syaikh-ihsan-ilahi-zhahir-ahli-bidah-menghargai-kepalanya-200-ribu-dollar.html